Thursday, November 26, 2020

Pilihan Investasi

loading...
Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan

Investasi sering dianggap sebagai pengeluaran sumber daya di masa sekarang yang akan dinikmati hasilnya di kemudian hari. Apakah investasi menjadi kewajiban semua orang dan dalam bentuk yang sama? Tentu saja tidak!

Investasi biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai harta/aset berlebihan dari kebutuhan di masa sekarang yang beranggapan harus dilakukan realokasi sesuai dengan kebutuhan di masa yang akan datang atau dalam rangka melakukan OPTIMASI RETURN/OPTIMASI IMBAL HASIL.

Dalam bentuk apakah investasi itu harus dilakukan AGAR OPTIMASI RETURN DAPAT DICAPAI dan AMAN? Di dalam dunia investasi kita selalu dihadapkan pada imbal hasil dan risiko, HIGH RISK HIGH RETURN.

Saya hanya akan membahas beberapa instrumen saja yang banyak dipakai oleh investor perorangan.

Masalah investasi ini sudah banyak sekali bahasan dari pakar-pakar, praktisi investasi, dan para pengamat investasi yang kurang lebih memberikan nasihat yang kurang lebih sama. INVESTASI HARUS MENDAPATKAN IMBAL HASIL YANG BAIK DAN AMAN. Nah, masalah inilah sebenarnya yang menjadi topik bahasan yang sangat menarik untuk kita diskusikan dan masalah inilah yang akan menjadi topik bahasan di dalam tulisan ini.

Di dalam bentuk apakah sebaiknya investasi kita kita tanamkan? Pertanyaan ini akan saya bahas satu per satu, dengan scope yang terbatas.

Investasi pada produk-produk perbankan. Produk perbankan yang sangat populer adalah Deposito dan Tabungan.

Produk tabungan adalah produk investasi yang sangat aman bisa kita katakan tanpa risiko selama tabungannya di bawah Rp 2 miliar (dijamin pemerintah, LPS) kalau sampai banknya tidak bisa membayar maka pemerintah melalui LPS yang akan membayar.

Tabungan ini bisa ditarik setiap saat. Namun produk dengan banyak kemudahan pasti ada biayanya. IMBAL HASILNYA BIASANYA RENDAH. Kalau ada lembaga, yang namanya koperasi simpan pinjam atau apapun namanya yang membuat tabungan dengan bunga tinggi, anda harus berhati-hati pasti ada yang kurang beres dengan produk yang dijualnya.

Produk tabungan di perbankan sudah sangat populer dan sangat banyak yang sudah memilik produk ini. Apalagi sekarang sudah banyak sekali fitur tambahan, uangnya bisa ditarik dengan menggunakan ATM, transfer lewat HP, dll, semuanya semakin memudahkan penabung untuk melakukan transaksi.

Produk perbankan yang juga sangat populer dengan imbal hasil yang lebih tinggi dari tabungan adalah DEPOSITO, biasanya ibu-ibu rumah tangga yang hati-hati selalu menempatkan uangnya di dalam produk ini.

Kekurangan produk ini adalah uang yang kita simpan tidak dapat kita tarik seenaknya/setiap saat. Penarikan deposito hanya dapat dilakukan kalau depositonya jatuh tempo sesuai dengan perjanjiannya.

Di sini kita bisa melihat, kenyamanan pada tabungan tidak terdapat di dalam produk deposito. Sebenarnya inilah yang menyebabkan imbal hasilnya berbeda. Nyaman tapi imbal hasilnya kecil, kurang nyaman namun imbal hasilnya lebih besar.

Deposito pun mendapatkan jaminan dari pemerintah melalui LPS sampai dengan batas Rp 2 miliar per simpanan di dalam sebuah bank selama tidak melampaui imbal hasil penjaminan dari LPS.

Jadi kalau anda memasukkan uang anda ke dalam perbankan dengan menggunakan produk deposito, hati-hatilah, kalau imbal hasil anda yang diberikan oleh perbankan melebihi imbal hasil penjaminan LPS dan jumlahnya melebihi Rp 2 miliar maka kalau sampai banknya bangkrut, pemerintah tidak menjamin deposito tersebut.

Lantas bagaimana status deposito kita? Deposito kita akan diikutsertakan di dalam perhitungan likuidasi. Maksudnya, semua harta bank yang bersangkutan dikumpulkan dan dihitung kemudian digunakan untuk membayar semua kewajiban banknya. Kalau tidak mencukupi maka akan dilakukan dengan cara pengembalian proposional.

Namun demikian kebangkrutan sebuah bank selalu akan dihindari. Di sinilah peran LPS dan OJK bekerja. Guna menyelesaikan masalah kebangkrutan bank sehingga tidak menimbulkan gejolak dan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.

Jadi kalau anda menempatkan uang anda di deposito anda harus tau bahwa kalau anda menempatkannya melebih ketentuan LPS berarti anda sudah mengambil risiko untuk tidak mendapatkan penggantian dari LPS, demikian juga dengan produk tabungan.

Produk-produk investasi, dalam bentuk surat berharga (efek) di luar perbankan biasanya adalah produk-produk yang diperjual belikan di pasar modal. Produk-produk investasi di pasar modal yang sangat populer adalah saham, obligasi, dan lain-lainnya yang merupakan turunan dari produk-produk ini.

Saham adalah surat berharga yang merupakan hak atas kepemilikan perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang menerbitkannya, sebagai pemilik maka kita bisa mendapatkan keuntungan atau kerugian.

Jadi kalau anda memiliki saham anda memiliki andil di dalam perusahaan penerbitnya. Penghasilan rutin dari saham adalah berupa DIVIDEN.

Dividen hanya didapatkan kalau perusahaannya mendapatkan keuntungan dan membagikan keuntungannya untuk pemegang saham. Kalau perusahaannya untung namun tidak membagikan dividen, dividennya tetap sebagai modal perusahaan yang digunakan untuk menambah kemampuan operasi perusahaan atau digunakan untuk membayar utang perusahaan.

Perusahaan yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas dapat dibagi menjadi: Perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan di Bursa Saham (untuk di Indonesia bursanya Bursa Efek Indonesia, BEI) disebut Perusahaan Terbuka (Tbk) dan yang lainnya adalah perusahaan tertutup, sahamnya bisa diperjualbelikan tidak melalui bursa, biasanya di kalangan sendiri yang saling kenal.

Untuk mendapatkan status sebagai perusahaan terbuka kita harus menempuh proses untuk mencatatkan perusahaan di Bursa Efek, dengan melakukan pemenuhan semua persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi perusahaan terbuka, biasanya melalui proses Initial Public Offering (IPO) yang prosesnya juga diawasi oleh OJK.

Berbeda dengan produk-produk perbankan, di mana uang yang kita tabung atau kita depositokan nilainya tidak akan turun-naik. Harga saham yang diperdagangkan di Bursa bisa turun atau naik setiap detik pada saat bursa ber0perasi.

Teman saya sering bertanya kepada saya: besok beli saham apa nih yang akan naik? Saya selalu menjawab, kalau saya tahu saya akan diam-diam, membeli sendiri, buat apa saya memberi tahu kamu.

Kenapa demikian? Di dalam perdagangan saham di bursa semua pembeli atau penjual bersaing secara transparan dalam hitungan detik, harga yang kita dapatkan bisa berbeda-beda. Kalau saya bisa membeli lebih dulu mungkin saya akan mendapatkan harga lebih murah atau lebih mahal dari saingan lainnya yang akan membeli saham yang sama.

Jumlah perusahaan yang sahamnya di perjual-belikan di bursa cukup banyak. Biasanya orang dalam memilih saham yang mereka beli berpegang pada beberapa patokan sederhana. Sebagai contoh: Industri perusahaan itu, di dalam industri apa perusahaan yang bersangkutan beroperasi, lokasi negara perusahaan tersebut beroperasi, USA, Inggris, Prancis, dan banyak lagi negara-negara lain yang mempunyai bursa saham.

Skala operasi perusahaan, besar, kecil, menengah, atau perusahaan yang tidak jelas/gurem. Dan masih banyak lagi bahan-bahan yang perlu menjadi pertimbangan untuk membeli saham.

Yang biasanya paling sering dilihat adalah kecepatan kenaikan harga saham yang akan dibeli supaya sesudah kita beli bisa langsung kita jual untuk mendapatkan keuntungan.

Baru beberapa hari yang lalu teman saya bercerita, dia baru membeli beberapa saham yang dia katakan cukup murah. Saya tanya sama dia kenapa kamu katakan cukup murah. Dia menjawab saya membeli saham A, dengan harga Rp 500 kalau dibandingkan saham B harganya Rp 700 maka saham A lebih murah dibandingkan dengan saham B. Di dalam hal ini kita harus berhati-hati.

Di dalam kasus ini harga saham A dan B tidak bisa dibandingkan Apple to Apple karena: (1) Kalau perusahaan A jumlah saham beredarnya hanya (sebagai contoh) hanya 1.000 saham sedangkan perusahaan B saham beredarnya adalah 500 saham maka nilai kapitalisasi perusahaan A adalah Rp 500 dikalikan dengan 1000, Rp 500.000; dan perusahaan B nilai kapitalisasinya Rp 700 dikalikan dengan 500 saham, Rp 350.000.

Jadi nilai perusahaannya berbeda, mana yang lebih murah dan bisa segera memberi keuntungan? Kita tidak tahu, harga mutlaknya memang saham A lebih murah.

(2) Harta yang dimiliki oleh perusahaan A dan B tidak mungkin sama 100%, akibatnya level efisiensi untuk mendapatkan laba juga akan sangat berbeda.

(3) Industri yang digeluti, kalaupun sama, harus berhati-hati, biasanya banyak hal di dalamnya berbeda. Misalnya industri sepatu, apakah di bidang penyemakan kulit saja, atau di bidang pembuatan sepatu, apakah di pemasaran sepatu, ataukah semuanya terintegrasi.

(4) Reputasi pendiri dan pengelola perusahaan. Inilah sebenarnya sekarang yang menjadi pertimbangan yang utama karena sebaik apapun industri yang digeluti KALAU ORANG-ORANG DI BELAKANGNYA BRENGSEK maka kepercayaan pasar akan sangat rendah.

Sebenarnya masih banyak lagi yang perlu dipertimbangkan selain hal-hal yang saya sudah uraikan di atas. Satu hal lain lagi yang harus diketahui bahwa kita tidak pernah tau harga saham tertentu sudah murah atau masih mahal atau berisiko tinggi atau rendah?

Sampai-sampai, anak saya bertanya kepada saya: Pap saya membeli saham nih, harganya turun terus, saya bisa kena ikut nombok enggak kalau ruginya menjadi sangat besar? Saya katakan, tidak! Sebagai pemegang saham publik tanggung jawab kita terbatas sampai dengan uang yang kita gunakan membeli saham yang bersangkutan. Saya hanya ingin menunjukkan investornya sendiri juga banyak yang kurang memahami pasar modal. Karena keterbatasan ruang untuk menulis, saya sudahi dulu untuk pembahasan masalah saham di sini. Kita kembali ke topik kita mengenai investasi.

Sekarang kita mulai bisa membandingkan level kompleksitas investasi di perbankan dengan di pasar modal dan ini baru mengenai saham. Selain saham kita juga sering mendengar produk investasi REKSADANA yang cukup heboh karena baru-baru ini banyak yang mengalami kerugian yang disebabkan kebangkrutan FUN MANAGERNYA.

Yang masih hangat adalah adanya 13 Manajer Investasi terlibat di dalam kasus JIWASRAYA, sesuai pengumuman Kejaksaan Agung RI. Sebelum saya menguraikan produk reksadana saya ingin menguraikan dulu produk yang juga populer yaitu: OBLIGASI.

Obligasi adalah instrumen di pasar modal yang intinya adalah SURAT UTANG yang dikeluarkan oleh Perusahaan atau Pemerintah yang dijual ke publik. Produk beroperasinya sangat sederhana yaitu pembeli obligasi memberikan pinjaman kepada penerbit obligasi dengan mendapatkan bunga.

Tingkat suku bunganya bisa tetap bisa juga mengambang mengikuti suku bunga pasar uang. Harga obligasi ini ada turun naiknya juga walaupun tidak “seliar” harga saham.

Biasanya fluktuasi harga obligasi akan mengikuti fluktuasi suku bunga di pasar uang. Untuk berinvestasi di efek obligasi ada satu faktor yang akan menentukan tingkat kredibilitas obligasi ini yaitu: Rating (AAA, AAB, ABB dst.) semakin tinggi ratingnya maka semakin baik level kepercayaan investor, namun akan berakibat semakin rendah tingkat imbal hasilnya/bunganya.

Obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah (dalam hal ini pemerintah RI) sangat aman karena yang berutang adalah pemerintah maka kalau pemerintahnya tidak bangkrut, utang ini pasti dibayar.

Berbeda dengan obligasi perusahaan, kalau perusahaannya bangkrut ada kemungkinan obligasinya tidak bisa dibayar.

Maksud saya perusahaan lebih rentan daripada negara dalam hal kebangkrutan. Jadi dalam hal investasi efek obligasi pun kita tetap harus melihat orang-orang di belakang penerbit obligasinya, sudah banyak kasus obligasi perusahaan yang tidak bisa membayar dan salah satunya pernah penulis alami, obligasi Bank Global, penyelesaian kasusnya pun berlarut-larut sampai-sampai pemegang obligasinya bosan sendiri, alias tidak dibayar.

Penghapusan obligasi yang tidak dibayar ini dari catatan akunting pun sulit untuk diterima pajak sebelum adanya keputusan dari pengadilan.

Cara kerja instrumen Reksadana adalah: Manajer Investasinya mengumpulkan uang dari masyarakat (investor), kemudian diinvestasikan ke dalam efek efek yang diperdagangkan di Pasar Modal, bisa saham bisa juga obligasi.

Sebenarnya investor, kalau mau investasi saham atau obligasi bisa melakukan sendiri tanpa Manajer Investasi. Namun banyak investor perseorangan kurang mengerti dengan instrumen-instrumen investasi maka mereka merasa lebih aman denga berinvestasi di reksadana. Untuk berinvestasi di reksadana maka investor perlu tahu beberapa hal yang sangat sederhana.

REPUTASI MANAJER INVESTASI YANG AKAN MENGELOLA DANA ANDA, menurut saya ini adalah pertimbangan yang pertama dan yang utama. BEGITU UANG ANDA MASUK DI DALAM REKSADANA MAKA ANDA SUDAH MENYERAHKAN NASIB UANG TERSEBUT KE DALAM TANGAN MANAJER INVESTASI YANG BERSANGKUTAN SAMPAI ANDA CAIRKAN KEMBALI.

Untuk menilai dan menyeleksi reputasi MANAJER INVESTASI ini sebenarnya adalah tugas OJK. Investor seringkali kurang mengerti mengenai reputasi manajer investasi. Yang kedua baru investor menilai rencana investasinya dalam bentuk apa? Dan porsinya berapa?

Yang tidak kalah pentingnya adalah biaya yang manajer investasi pungut atas investasi yang kita tempatkan di dalam reksadana tersebut. Hal ini juga sangat subjektif, tidak ada patokan baku. Sebenarnya yang paling penting bagi seorang investor untuk berinvestasi adalah PROFIL RISIKO DAN KEUANGAN KITA SENDIRI HARUS KITA KETAHUI. Setelah uang investor dibelanjakan untuk investasi, setiap hari Bank Penyimpan dan Pembayar (Custodian Bank) mengumumkan NAB (Nilai Aset Bersih).

Membaca NAB pun harus berhati-hati. Kalau portofolio saham dan atau obligasi di dalam portofolio NAB-nya adalah saham dan atau obligasi unggulan (blue chip) anda boleh tenang.

Akan tetapi kalau komponen saham dan atau obligasinya adalah saham dan atau obligasi perusahaan gurem (gorengan) maka NAB nya juga gurem.

Hari ini bernilai seratus mungkin satu minggu kemudian sudah dilikuidasi. Contoh kasus, ENRON, perusahaan minyak raksasa di USA, 3 bulan sebelum mengajukan kepailitan masih mendapatkan rekomendasi BUY, anjuran untuk membeli, dari Bank-Bank Investasi besar. Setelah bangkrut yang memberi rekomendasi tidak ada sanksi apa-apa. Beberapa kalangan curiga telah terjadi kolusi di antara perusahaan dengan bank investasi di Wall Street.

Kesimpulan dari apa yang saya uraikan di atas adalah kalau mau berinvestasi di dalam efek-efek pasar modal pelajari dulu risiko-risiko yang akan dihadapi karena produk-produk di dalam pasar modal adalah produk yang beragam tingkat risikonya.

Kalau mau aman dan puas dengan imbal hasil yang kecil, produk perbankan lah yang menjadi pilihan yang cukup baik. Di dalam memilih bank mana yang paling aman untuk menempatkan uang kita, sebaiknya kita melihat pengelola bank nya, mulai dari pemegang saham mayoritasnya, komisarisnya, dan dewan direksinya.

Namun demikian investasi terbaik buat anda masing-masing adalah investasi di dalam teritori yang paling anda ketahui yang sesuai dengan FINANCIAL PROFILE DAN TUJUAN INVESTASI ANDA.

Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
Comments


EmoticonEmoticon